Review Film The
Joy Luck Club
Film
drama ini diadaptasi dari sebuah novel ,sang novelis ia adalah Amy Tan. The joy
luck club ini diproduseri oleh Oliver Stone bersama Wayne Wang sebagai
sutradara. Wayne Wang seorang sutradara Tionghua asal Amerika. The Joy Luck
Club ini adalah film keempat Wayne Wang pada tahun 1993. Beberapa tahun silam
sebelum film ini ,Wayne Wang memproduseri film seperti, "Dim Sum: A Little
of Bit Heart" (1985), , "Dimsum Take Out" (1998), dan "Eat
a Bowl of Tea" (1989) dan sempat mengarahkan Jennifer Lopez dalam
"Maid in Manhattan" (2002). Dalam film keempatnya ini Wayne Wang
memberi kesempatan aktor-aktor ternama yang kebanyakan berasal dari negara
tirai bambu ini seperti Kieu Chinh sebagai Suyuan adalah ibu dari June yang
aktornya bernama Ming Na Wen, Tsai Chin sebagai Lindo yang mempunyai anak
bernama Waverly yang diperankan oleh Tamly Tomita ,Frances Nuyen yang
memerankan sebagai Ying Ying ibu dari Lena yang diperankan oleh Laura Tom dan
yang terakhir adalah Lisa Lu berperan sebagai An-Mei yang mempunyai anak
bernama Rose yang diperankan oleh Rosalind Chao.
The Joy Luck Club ini bisa
dikategorikan film dengan bergenre drama,karena ini sangat lekat dengan
kehidupuan wanita Tionghua pada zaman dahulu kala. Alur ceritanya pun
maju-mundur dimana maju ketika menceritkan kehidupan seorang June( anak dari
mendiang Suyuan). Suyuan adalah wanita yang kabur seorang diri dari negara
karena adanya perang jepang, ia membawa dua anak kembarnya ketika kabur namun
Suyuan meninggalkan kedua anak kembarnya diperjalanan. Lalu Suyuan kembali
menikah dan memiliki anak bernama June, Suyuan imgin anaknya agar menjadi
pianis terkenal karena ia percaya anak mempunyai kehidupan yang lebih baik
daripadanya. Sedangkan Lindo mempunyai kisah hidup yang cukup penuh lika liku
diusai yang sangat muda. Lindo di usai 15 tahun dibeli oleh seorang bangsawan
untuk menikah, terpaksa ibunya mengiyakan permintaan sang bangsawan karena ia
percaya Lindo mempunyai kehidupuan lebih baik. Setelah menikah ibu mertuanya
kurang menyukai maka dari itu Lindo menjaga sikapnya. Namun lambat hari Lindo
mempunyai akal bagaimana membuktikan kalau apa yang dikira ibunya mertuanya
percaya matchmaker itu hanya sebuah akal-akalan semata saja,dari pernikahannya
kali ini Lindo dikarunai Waverly. Lindo ingin anaknya menjadi pemain catur yang
handal namun keinginan Waverly berbeda dengan ibunya dalam film ini adanya
paksaan orang tua dalam mengatur bakat anaknya.
Kontras dengan cerita An-Mei yang ibunya
diasingkan dari keluarga lantaran sudi jadi istri keempat seorang pria kaya—tak
lama setelah suaminya meninggal. Namun motivasi dan nasib sang Ibu kelak
akhirnya memberikan pencerahan bagi An-Mei kalau setiap wanita mampu jadi
pengemudi hidupnya sendiri. Sementara Ying-Ying adalah wanita yang
pernikahannya dulu diwarnai oleh abuse dan perselingkuhan sang suami
(Russel Wong), yang baru menyadari telat kalau semestinya ia menuntut untuk
keluar dari pernikahan tersebut sejak dulu. Ya, ceritanya memang
sangat empowering, yang mungkin mampu melampaui satu identitas rasial
semata. Namun The Joy Luck Club sarat dengan simbolisasi dan
gestur kultural yang memang identik dengan Asia, semisal keterikatan keluarga
(walaupun itu bisa dibilang sebagai tradisi timur secara umum) dan tata krama
saat perayaan besar maupun dinner keluarga yang sederhana (camkan,
jangan mengambil lebih dari satu sendok kalau anggota keluarga yang lain belum
mengambil porsi mereka). Segala kompleksitas itu tak luput dieksplor oleh
sutradara asal Hong Kong, Wayne Wang (Maid in Manhattan), dan ia memberikan
kendali penuh akan filmnya kepada para aktornya yang terdiri dari aktris-aktris
Asia kawakan hingga para aktris Amerika keturunan China dengan
yang paling populer adalah Ming-Na Wen (dari
serial ER dan Agent of S.H.I.E.L.D.S).
Kita akan merasakan kebahagiaan dan kesedihan yang dialami
oleh tiap karakternya, dan menghargai perjuangan yang mereka lalui demi
mencapai masa depan yang lebih baik. Kita menjadi lebih menghargai apa yang
sudah kita punya sekarang dan mencoba untuk terus berjuang demi diri kita dan
orang yang ada disekitar kita, yaitu keluarga kita.
Dapat dilihat dari cerita ini bahwa pihak eksternal
menentukan kepribadian yang dimiliki oleh seseorang, terutama perempuan. Identitas
yang dimiliki seseorang dapat berasal dari eksternal dan internal, tetapi dalam
film ini lebih menekankan dari sisi eksternal. Lingkungan yang keras membuat
orang-orang memiliki pandangan yang berbeda.
Dalam film The Joy Luck Club dikisahkan bahwa hubungan
antara orang tua dan anak tidak selalu baik, bahkan setiap orang memiliki
masalah. Namun, masalah ini dapat diselesaikan dengan hal yang sederhana, yaitu
komunikasi. Dari sini pembaca dapat belajar bahwa setiap masalah bisa
diselesaikan dengan memulai komunikasi.
Film ini juga sangat pantas untuk ditonton oleh semua
kalangan, karena mengandung nilai moral yang besar. Namun untuk anak kecil
perlu dibimbing oleh orang tua karena ada adegan dan cerita yang tidak
seharusnya disaksikan oleh anak kecil.
Penulis Kristian Wibisono dan Angelina
No comments:
Post a Comment