Friday, March 10, 2017

The Joy Luck Club

Review Film The Joy Luck Club
Film drama ini diadaptasi dari sebuah novel ,sang novelis ia adalah Amy Tan. The joy luck club ini diproduseri oleh Oliver Stone bersama Wayne Wang sebagai sutradara. Wayne Wang seorang sutradara Tionghua asal Amerika. The Joy Luck Club ini adalah film keempat Wayne Wang pada tahun 1993. Beberapa tahun silam sebelum film ini ,Wayne Wang memproduseri film seperti, "Dim Sum: A Little of Bit Heart" (1985), , "Dimsum Take Out" (1998), dan "Eat a Bowl of Tea" (1989) dan sempat mengarahkan Jennifer Lopez dalam "Maid in Manhattan" (2002). Dalam film keempatnya ini Wayne Wang memberi kesempatan aktor-aktor ternama yang kebanyakan berasal dari negara tirai bambu ini seperti Kieu Chinh sebagai Suyuan adalah ibu dari June yang aktornya bernama Ming Na Wen, Tsai Chin sebagai Lindo yang mempunyai anak bernama Waverly yang diperankan oleh Tamly Tomita ,Frances Nuyen yang memerankan sebagai Ying Ying ibu dari Lena yang diperankan oleh Laura Tom dan yang terakhir adalah Lisa Lu berperan sebagai An-Mei yang mempunyai anak bernama Rose yang diperankan oleh Rosalind Chao.
            The Joy Luck Club ini bisa dikategorikan film dengan bergenre drama,karena ini sangat lekat dengan kehidupuan wanita Tionghua pada zaman dahulu kala. Alur ceritanya pun maju-mundur dimana maju ketika menceritkan kehidupan seorang June( anak dari mendiang Suyuan). Suyuan adalah wanita yang kabur seorang diri dari negara karena adanya perang jepang, ia membawa dua anak kembarnya ketika kabur namun Suyuan meninggalkan kedua anak kembarnya diperjalanan. Lalu Suyuan kembali menikah dan memiliki anak bernama June, Suyuan imgin anaknya agar menjadi pianis terkenal karena ia percaya anak mempunyai kehidupan yang lebih baik daripadanya. Sedangkan Lindo mempunyai kisah hidup yang cukup penuh lika liku diusai yang sangat muda. Lindo di usai 15 tahun dibeli oleh seorang bangsawan untuk menikah, terpaksa ibunya mengiyakan permintaan sang bangsawan karena ia percaya Lindo mempunyai kehidupuan lebih baik. Setelah menikah ibu mertuanya kurang menyukai maka dari itu Lindo menjaga sikapnya. Namun lambat hari Lindo mempunyai akal bagaimana membuktikan kalau apa yang dikira ibunya mertuanya percaya matchmaker itu hanya sebuah akal-akalan semata saja,dari pernikahannya kali ini Lindo dikarunai Waverly. Lindo ingin anaknya menjadi pemain catur yang handal namun keinginan Waverly berbeda dengan ibunya dalam film ini adanya paksaan orang tua dalam mengatur bakat anaknya.
 Kontras dengan cerita An-Mei yang ibunya diasingkan dari keluarga lantaran sudi jadi istri keempat seorang pria kaya—tak lama setelah suaminya meninggal. Namun motivasi dan nasib sang Ibu kelak akhirnya memberikan pencerahan bagi An-Mei kalau setiap wanita mampu jadi pengemudi hidupnya sendiri. Sementara Ying-Ying adalah wanita yang pernikahannya dulu diwarnai oleh abuse dan perselingkuhan sang suami (Russel Wong), yang baru menyadari telat kalau semestinya ia menuntut untuk keluar dari pernikahan tersebut sejak dulu.   Ya, ceritanya memang sangat empowering, yang mungkin mampu melampaui satu identitas rasial semata. Namun The Joy Luck Club sarat dengan simbolisasi dan gestur kultural yang memang identik dengan Asia, semisal keterikatan keluarga (walaupun itu bisa dibilang sebagai tradisi timur secara umum) dan tata krama saat perayaan besar maupun dinner keluarga yang sederhana (camkan, jangan mengambil lebih dari satu sendok kalau anggota keluarga yang lain belum mengambil porsi mereka). Segala kompleksitas itu tak luput dieksplor oleh sutradara asal Hong Kong, Wayne Wang (Maid in Manhattan), dan ia memberikan kendali penuh akan filmnya kepada para aktornya yang terdiri dari aktris-aktris Asia kawakan hingga para aktris Amerika keturunan China dengan yang paling populer adalah Ming-Na Wen (dari serial ER dan Agent of S.H.I.E.L.D.S).
Kita akan merasakan kebahagiaan dan kesedihan yang dialami oleh tiap karakternya, dan menghargai perjuangan yang mereka lalui demi mencapai masa depan yang lebih baik. Kita menjadi lebih menghargai apa yang sudah kita punya sekarang dan mencoba untuk terus berjuang demi diri kita dan orang yang ada disekitar kita, yaitu keluarga kita.
Dapat dilihat dari cerita ini bahwa pihak eksternal menentukan kepribadian yang dimiliki oleh seseorang, terutama perempuan. Identitas yang dimiliki seseorang dapat berasal dari eksternal dan internal, tetapi dalam film ini lebih menekankan dari sisi eksternal. Lingkungan yang keras membuat orang-orang memiliki pandangan yang berbeda.
Dalam film The Joy Luck Club dikisahkan bahwa hubungan antara orang tua dan anak tidak selalu baik, bahkan setiap orang memiliki masalah. Namun, masalah ini dapat diselesaikan dengan hal yang sederhana, yaitu komunikasi. Dari sini pembaca dapat belajar bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan memulai komunikasi.

Film ini juga sangat pantas untuk ditonton oleh semua kalangan, karena mengandung nilai moral yang besar. Namun untuk anak kecil perlu dibimbing oleh orang tua karena ada adegan dan cerita yang tidak seharusnya disaksikan oleh anak kecil.

Penulis Kristian Wibisono dan Angelina


No comments:

Post a Comment